Empat
puluh sembilan tahun, Mah. Mamah sudah merasakan pahit manis kehidupan.
Melahirkan teteh, melahirkan aku, kehilangan teteh, lalu melahirkan adik. Sudah
empat puluh sembilan tahun, tapi aku belum bisa memberikan apa-apa untukmu.
Hari ini aku belum menjadi siapa-siapa. Aku masih di posisi yang ketika
kehabisan uang, aku merengek meminta. Ketika menginginkan sesuatu, segera meminta
dipenuhi. Ketika mengeluh kesakitan, aku minta dirawat. Dan saat kita
berjauhan, aku masih merengek-rengek merinduimu. Maaf untuk semua itu, Mah.
Aku masih selalu
merepotkan. Meskipun sebenarnya ketika engkau aku repotkan, engkau akan
tersenyum begitu ikhlas. Melakukan apapun yang bisa engkau lakukan untuk
menyenangkan anak-anakmu. Apakah memang ada pelatihan khusus untuk menjadi
seorang ibu? Mengapa seorang ibu, termasuk engkau, selalu saja pintar melakukan
apapun? Menjahitkan baju-baju yang robek, memasak makanan enak-enak walau
sedang puasa, membuatkan sapu lidi untuk kerajinan sekolah, menata kamar,
mengikat rambut dengan berbagai variasi, membuatkan kalung manik-manik, bahkan
bisa membetulkan kompor minyak yang rusak. Luar biasa sekali. Sampai sebesar
inipun, ketika resleting tas rusak, aku kemudian berfikir untuk menghubungimu.
Mengingat dibawah gemulainya tanganmu, resleting tas yang ‘garah’ pun bisa
kembali normal. Meski sebegitu jelasnyapun engkau memberitahukan cara
membetulkannya, ternyata aku masih sangat bergantung kepadamu, Mah. Ya, bahkan hanya untuk urusan kecil seperti
resleting tas rusak tadi.
Aku masih belum
bisa memberi apa-apa. Memberi rasa bangga? Apa yang bisa engkau banggakan
dariku, Mah? Belum ada kan?
Aku kadang menertawakan kelucuan
engkau, Mah. Biasanya, setiap hari libur (Sabtu atau Minggu) kita menghabiskan
waktu berjam-jam bersenda gurau lewat telepon.
Dari mulai bertanya kabar, masakan apa yang dimasak hari itu, sampai pada kabar
tetangga-tetangga rumah yang juga tak lupa selalu aku tanyakan. Kemudian engkau
akan mengeluh. Tentang teman-teman SD atau bahkan adik kelasmu yang setiap sore
lalu lalang depan rumah sambil menggendongi cucu-cucu mereka. Menyuapi buah
hatinya atau bahkan hanya melihat domba-domba yang digembalakan di lapangan.
Dengan nada bicara yang merajuk, lantas engkau akan melakukan pembelaan
sendiri, tentang rambutmu yang belum ber-uban, kemudian tentang wajahmu yang masih
cantik dan terlihat muda. Jadi mungkin belum pantas untuk menggendong cucu.
Begitu katamu. Itu alasan yang tepat, Mah… InsyaAlloh *hihihi… Maaf juga untuk
hal ini mah.. semoga beberapa tahun kemudian, keinginanmu bisa segera aku
penuhi. Aaamiin.. :)
Sudah 49 tahun
loh Mah. Pasti engkau lupa hari ulangtahunmu sendiri kalau tak diingatkan. Selamat
ulang tahun ya, Mah.. Wilujeng tepang taun.. Tetap sehat seperti sekarang ya,
Mah. Mamah harus panjang umur, mamah harus sehat, semoga penyakit apapun itu
tidak ada yang berani mengganggu tubuh mamah. Semoga aku dan adik bisa jadi
anak yang sukses yang kelak bisa membahagiakanmu, Mah. Semoga disaat kita
berjauhan seperti sekarang, ketika engkau merinduiku lantas ingin bertemu tapi
memang keadaan yang tak memungkinkan, tidak menjadikanku melukai perasaanmu.
Mamah harus sehat, tulang-tulang mamah harus tetap kuat, mamah harus panjang
umur, agar kelak bisa bermain dengan cucu-cucumu, Mah… Semangat untuk tetap
sehat ya mamaaaah.. I Love U :*
0 komentar:
Posting Komentar