Aku ingin menjadi seorang putri. Bermahkota, dipuja-puja, dan diperlakukan sebagaimana layaknya seorang putri.
Namun tak selalu begitu. Hanya kadang-kadang saja aku ingin seperti itu.
-6-
Diposting oleh
Tita Nurlaila
on Senin, 02 Februari 2015
/
Comments: (0)
Entah apa alasan Tuhan membuatnya demikian. Kau, adalah satu-satunya yang kumiliki. Mungkin karena Tuhan tau aku mampu. Tidak! Tuhan bahkan lebih dari sekedar tau, Dia pasti membuatku mampu. Percayalah, kau dan aku mampu. Dia punya berjuta-juta tantangan yang sama, dan salahsatunya dipercayakan pada kita. Percayalah, tidak banyak orang yang siap dengan tantangan-Nya. Kau dan aku, harus menjelma dua buah sayap kiri kanan yang saling membantu terbang lebih tinggi. Kau adalah satu-satunya yang kumiliki. Percayalah.
-5-
Diposting oleh
Tita Nurlaila
on Sabtu, 10 Januari 2015
/
Comments: (0)
Waktu yang begitu membentang di belakang kami seolah merenggut sisa kekanak-kanakan kami. Ada bunga di tangannya. Ada untaian kalimat yang begitu melegakan. Ada yang perlu aku mengerti tepat pada waktunya, bukan terlalu cepat seperti aku dulu sering menangis karenanya. Ada kerinduan yang begitu saja terbayar lunas. Ada jawaban dari setiap tanda tanyaku di masa lalu. Ada yang begitu melegakan, padahal sakitnya ganjalan di hati masih terasa beberapa saat lalu.
Aku sering menatapnya seperti ini. Tapi ada yang berbeda saat dia menangis di hadapanku. Seperti balas dendam, pikirku. Aku bahkan tak bisa memeluknya. Jangankan memeluknya, untuk menghapus airmatanya saja tak ada keberanian, padahal dia sering melakukan itu untukku meski dengan bersungut-sungut, karena katanya menghadapi perempuan yang menangis termasuk sebuah kebingungan.
Aku lagi-lagi menatapnya. Masih ada genangan-genangan bening di sudut-sudut matanya. Aku tersenyum. Dia balas tersenyum. Biarkan matahari saja yang mengeringkannya, pikirku. Sambil mengeringkan airmatanya, mungkin bisa juga mencairkan kebekuan diantara kami yang tak seperti biasanya ini. Dia masih tersenyum. Senyumnya masih sama seperti dulu, hanya saja tak sebercanda dulu. Caranya menatap juga tak berubah sedikitpun. Hanya saja ada yang sedikit berubah dari caranya meyakinkan, dan dari raut wajahnya yang sedikit menua.
"Aku mencintaimu, tak pernah berubah sejak dulu. Sama seperti yang kamu rasakan", aku mengulanginya lagi.
Aku sering menatapnya seperti ini. Tapi ada yang berbeda saat dia menangis di hadapanku. Seperti balas dendam, pikirku. Aku bahkan tak bisa memeluknya. Jangankan memeluknya, untuk menghapus airmatanya saja tak ada keberanian, padahal dia sering melakukan itu untukku meski dengan bersungut-sungut, karena katanya menghadapi perempuan yang menangis termasuk sebuah kebingungan.
Aku lagi-lagi menatapnya. Masih ada genangan-genangan bening di sudut-sudut matanya. Aku tersenyum. Dia balas tersenyum. Biarkan matahari saja yang mengeringkannya, pikirku. Sambil mengeringkan airmatanya, mungkin bisa juga mencairkan kebekuan diantara kami yang tak seperti biasanya ini. Dia masih tersenyum. Senyumnya masih sama seperti dulu, hanya saja tak sebercanda dulu. Caranya menatap juga tak berubah sedikitpun. Hanya saja ada yang sedikit berubah dari caranya meyakinkan, dan dari raut wajahnya yang sedikit menua.
"Aku mencintaimu, tak pernah berubah sejak dulu. Sama seperti yang kamu rasakan", aku mengulanginya lagi.
-3-
Diposting oleh
Tita Nurlaila
on Jumat, 28 November 2014
/
Comments: (0)
Kelak, aku akan membisikan sesuatu padamu, Bapak. Di atas batu nisanmu, selepas aku panjatkan doa-doa, bersiaplah mendengar nada paling bahagia keluar dari mulutku; Sebuah nama dari seseorang yang akan menjadikan kebahagiaanku sebagai tujuan hidupnya, yang mengharamkan perkataan dan tindakannya melukai perasaanku, yang dengan apa adanya dia; mau melukiskan warna kehidupan yang begitu berkesan, begitu bersahaja untukku.
-2-
Diposting oleh
Tita Nurlaila
on Minggu, 16 November 2014
/
Comments: (0)
Satu hal yang pasti terjadi dalam hidupku:
mencintai seseorang.
Aku ingin sekali mengucapkan kalimat-kalimat permintaan maaf untuk seseorang yang bahkan tidak akan terlalu mengakui kesalahanku. Aku mencintainya. Itu sudah pasti. Karena perasaan itulah, seringkali aku membuatnya pusing. Bukan karena kasus cinta bertepuk sebelah tangan atau yang sejenisnya. Melainkan lebih karena aku membuat keadaan apapun yang berhubungan dengannya menjadi terkesan rumit. Bukan karena aku ingin mempersulitnya. Jelas bukan. Tetapi karena aku begitu menakuti kemungkinan kehilangannya, serta kemungkinan-kemungkinan buruk lainnya yang akan membuatnya menjadi begitu jauh denganku. Aku mengakui sebuah fakta bahwa aku wanita yang rumit. Meskipun kebanyakan pria berasumsi bahwa semua wanita itu rumit, aku bahkan lebih rumit dari wanita-wanita pada umumnya terlebih ketika dihadapkan dengan segala hal yang berbau dia. Seringkali dia memintaku membuat segala urusan khususnya urusan kami berdua menjadi simpel. Jika dia sudah berkata demikian, itu pertanda bahwa dia sudah benar-benar pusing menghadapiku.
Aku ingin sekali mengucapkan kalimat-kalimat permintaan maaf untuk seseorang yang bahkan tidak akan terlalu mengakui kesalahanku. Aku mencintainya. Itu sudah pasti. Karena perasaan itulah, seringkali aku membuatnya pusing. Bukan karena kasus cinta bertepuk sebelah tangan atau yang sejenisnya. Melainkan lebih karena aku membuat keadaan apapun yang berhubungan dengannya menjadi terkesan rumit. Bukan karena aku ingin mempersulitnya. Jelas bukan. Tetapi karena aku begitu menakuti kemungkinan kehilangannya, serta kemungkinan-kemungkinan buruk lainnya yang akan membuatnya menjadi begitu jauh denganku. Aku mengakui sebuah fakta bahwa aku wanita yang rumit. Meskipun kebanyakan pria berasumsi bahwa semua wanita itu rumit, aku bahkan lebih rumit dari wanita-wanita pada umumnya terlebih ketika dihadapkan dengan segala hal yang berbau dia. Seringkali dia memintaku membuat segala urusan khususnya urusan kami berdua menjadi simpel. Jika dia sudah berkata demikian, itu pertanda bahwa dia sudah benar-benar pusing menghadapiku.
Aku mencintainya. Sangat. Ada satu hal yang
betul-betul aku sukai darinya. Yang tidak pernah sekalipun aku temui di
lelaki-lelaki manapun yang pernah ku kenal. Aku tidak akan menyebutkan hal apa
yang ku sukai itu, begitupun juga aku tidak pernah menceritakannya padanya.
Karena siapa tahu ketika aku menceritakannya, dia malah menyuruhku berhenti
menyukai hal itu? Menyuruhku tidak berlebihan? Menyuruhku sederhana saja?
Karena kadang-kadang jalan pikiran kami bertentangan satu sama lain.
Sudah tak terhitung jari betapa seringnya aku
bermimpi tentangnya, yang berarti aku sangat mengharapkannya. Aku menyenangi
saat-saat dimana dia ada dalam jangkauan mataku. Begitu dekat. Kadang
bertingkah yang tidak-tidak, membuat kulit perutku sakit, dan justru membuatnya
menjadi seperti candu bagiku. Aku membutuhkannya. Sama seperti aku membutuhkan
sahabat untuk berbagi segala perasaan. Untuk waktu sekarang, aku tidak bisa
kehilangannya. Kehilangan dia sama saja kehilangan separuh kebahagiaanku di
Kota Istimewa ini. Terlepas dari seperti apa yang dia rasakan terhadapku, tidak
ada laki-laki lain yang kemudian terlintas di benakku menjadi seseorang yang
amat kucinta seperti dia. Tidak ada.
Tetapi bagaimana jika perasaan tidak nyaman
tiba-tiba muncul padaku? Entah karena dia selalu membentang "jarak"
yang semakin jauh denganku, entah karena sifat rumitku menuntut pengertian yang
sesungguhnya, entah karena ada beberapa nama yang sering membuat hatiku panas
dan cemburu, entah karena dia selalu mempersingkat kebersamaan denganku meski
keadaan tak mengharuskannya begitu, entah karena banyak hal-hal sederhana yang
tidak lagi mencuri perhatiannya, entah karena aku lelah terhadap sesuatu yang
aku sendiri tidak dapat mengerti, entah karena aku lebih memilih menyerah.
Entah karena apapun alasannya, ketika lama-lama
dia membuatku tak bisa mencintainya lagi, aku sudah memastikan bahwa aku akan
tetap mencintai seseorang. Entah untuk menyembuhkan luka-luka saat bersamanya,
entah untuk menetap selamanya, entah untuk belajar kembali mencintainya. Entah
pada orang yang berbeda atau kembali padanya, pada orang yang sama. Semuanya
hanya bergantung waktu. Tetapi sudah dipastikan, dalam hidupku, aku akan
mencintai seseorang.
-1-
Diposting oleh
Tita Nurlaila
/
Comments: (0)
Memangnya kamu pikir aku suka mendengarkan dongeng-dongengmu atau
apapapun itu namanya, dimana aku menjadi salah satu tokohnya, dan tentu
ada kamu, tapi ternyata ada yang lainnya juga? Memangnya kamu pikir aku
akan bertepuk tangan untuk itu? Lalu akan tersenyum dan berkata kalau
itu sungguh cerita yang menakjubkan? Memangnya tidak ada jalan cerita lain,
misal saja kamu menyihirku dan aku tertidur begitu lamanya sampai ada
pangeran tampan membangunkanku dan kami saling jatuh cinta, atau kamu
buat saja aku hilang ingatan dan berlari ketakutan ketika melihatmu
sebagai orang asing datang mendekap? Tidak bisakkah? Atau cukup kamu
diam saja dan biarkan aku menjalaninya dengan biasa!