Waktu yang begitu membentang di belakang kami seolah merenggut sisa kekanak-kanakan kami. Ada bunga di tangannya. Ada untaian kalimat yang begitu melegakan. Ada yang perlu aku mengerti tepat pada waktunya, bukan terlalu cepat seperti aku dulu sering menangis karenanya. Ada kerinduan yang begitu saja terbayar lunas. Ada jawaban dari setiap tanda tanyaku di masa lalu. Ada yang begitu melegakan, padahal sakitnya ganjalan di hati masih terasa beberapa saat lalu.
Aku sering menatapnya seperti ini. Tapi ada yang berbeda saat dia menangis di hadapanku. Seperti balas dendam, pikirku. Aku bahkan tak bisa memeluknya. Jangankan memeluknya, untuk menghapus airmatanya saja tak ada keberanian, padahal dia sering melakukan itu untukku meski dengan bersungut-sungut, karena katanya menghadapi perempuan yang menangis termasuk sebuah kebingungan.
Aku lagi-lagi menatapnya. Masih ada genangan-genangan bening di sudut-sudut matanya. Aku tersenyum. Dia balas tersenyum. Biarkan matahari saja yang mengeringkannya, pikirku. Sambil mengeringkan airmatanya, mungkin bisa juga mencairkan kebekuan diantara kami yang tak seperti biasanya ini. Dia masih tersenyum. Senyumnya masih sama seperti dulu, hanya saja tak sebercanda dulu. Caranya menatap juga tak berubah sedikitpun. Hanya saja ada yang sedikit berubah dari caranya meyakinkan, dan dari raut wajahnya yang sedikit menua.
"Aku mencintaimu, tak pernah berubah sejak dulu. Sama seperti yang kamu rasakan", aku mengulanginya lagi.
0 komentar:
Posting Komentar